#kamisukareview – Data dapat menjadi sumber kehidupan sebuah bisnis atau menjadi sumber yang paling merusak apabila tidak dikelola dengan baik. Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering lupa dan kemudian menyimpan dokumen-dokumen penting dalam sistem file yang tidak memadai – atau lebih buruknya, disalin ke dalam cloud dengan kontrol terhadap data yang tidak diperhatikan.
Faktanya, sebanyak 40 persen dari data perusahaan yang diunggah ke dalam cloud menggunakan aplikasi berbagi file bersifat ad hoc. Hasilnya, informasi yang diperlukan saat itu juga seringkali hilang ditengah-tengah proses yang tidak rapi ini. Hal ini kemudian berdampak bagi keputusan bisnis yang seharusnya dibuat berdasarkan data menjadi keputusan berdasarkannaluri semata.
[bacajuga number=5 tag=”teknologi”]
Kemudian, selama audit, bukan hanya pemegang saham yang tidak memahami keputusan ini, tetapi regulator industri juga akan mendenda Anda karena gagal menunjukkan kepatuhan.
Data kini berkembang dengan tingkat yang fenomenal bagi setiap jenis organisasi. Dengan perkembangan tersebut, muncul kebutuhan baru untuk memastikan bahwa informasi pribadi dan bisnis yang sensitif tidak bocor atau melanggar aturan kepatuhan yang ketat dan berlaku di seluruh dunia. Namun, Anda dapat menghindari hal tersebut. Jelas, dengan alat-alat data yang canggih, sistem penyimpanan pintar dan kecerdasan buatan (artificial intelligence), tidak ada alasan bagi perusahaan untuk salah dalam menggunaan data mereka.
Jika skandal Cambridge Analytica tidak cukup sebagai wake-up call, regulasi terkait kerahasiaan data?—seperti General Data Protection Regulation (GDPR) dan California Consumer Privacy Act (CCPA)?— memastikan bahwa perusahaan mengelola informasinya secara aman atau akan berhadapan dengan sanksi dan denda. Isu terkini dalam penjualan data di Indonesia telah kembali muncul ke permukaan ketika ditemukanadanya sebuah kelompok yang melakukan jual-beli data.
Kejadian ini telah meningkatan kesadaran konsumen untuk mencegah data mereka tidak dijual ke pihak lain. Meskipun kasus tersebut disebabkan oleh individu yang tidak bertanggungjawab, kasus ini juga telah meningkatkan kesadaran perusahaan terkait pengelolaan data mereka.
Mengelola data dalam lingkungan yang tidak teratur akan terbukti tidak praktis, terutama jika setiap departemen dalam perusahaan memakai label yang berbeda dan tanpa satu pemahaman terkait kategori data-data tersebut. Kebocoran dapat lebih mudah dilakukan oleh berbagai departemen.
Artificial intelligent (AI) dapat menunjukkan bagaimana caranya untuk memetakan dan mengamankan data yang sensitif dengan bantuan AI dalam bagaimana untuk menentukan beberapa jenis informasi sensitif ditambah serta menyediakan metode yang jelas untuk mendeteksi lokasinya dalam data keorganisasian yang dirangkum oleh Adam Bali, Lead Data Scientists, Cognigo (diakuisisi oleh NetApp).
“NetApp percaya machine learning dan AI adalah masa depan untuk bisnis. Perusahaan-perusahaan Indonesia perlu untuk mengadopsi AI untuk dapat menentukan strategi bisnis yang lebih baik sehingga mereka dapat memahami konsumen mereka serta mengelola data mereka lebih efisien.
“Dalam waktu yang bersamaan, perusahaan juga harus mematuhi regulasi terkait perlindungan data pribadi, oleh karena itu organisasi harus dapat memetakan informasi sensitif dalam berbagai bentuk dan AI mampu berperan dalam hal tersebut,” ungkap Ana Sopia, Country Manager, NetApp Indonesia.