review1st.com – Wakil Ketua Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI), Merza Fachys menyebut operator seluler di Indonesia saat ini serupa dengan tenaga kesehatan saat pandemi Covid-19 lalu.
Hal itu, Merza Fachys ungkapkan saat diskusi di Selular Business Forum (SBF) yang Selular Media Network gelar hari Senin (13/11/2023), di Jakarta.
Tema dari SBF 13 November 2023 yakni “Lelang Spektrum 700 Mhz dan 26 Ghz, Upaya Mendorong Penetrasi 5G”.
Kementerian Komunikasi dan Informatika saat ini tengah menyiapkan Rancangan Peraturan Menteri (RPM) tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi 700 MHz dan 26 GHz.
Kedua spectrum yang sudah idle tersebut dapat digunakan untuk mendukung layanan mobile broadband, khususnya mendorong penetrasi 5G.
Penggunaan kedua frekuensi itu, memberikan peluang bagi operator untuk memperluas layanan 5G yang selama ini seolah jalan di tempat, sekaligus memonetisasi berbagai use case yang kelak berkembang.
Hal tersebut yang membuat Selular Media Network menggelar SBF bertema “Lelang Spektrum 700 Mhz dan 26 Ghz, Upaya Mendorong Penetrasi 5G”.
CEO Selular Media Network, Uday Rayana mengatakan dengan adanya Selular Business Forum ini ingin mendorong perubahan mekanisme lelang spectrum sesuai dengan kondisi dan kebutuhan operator selular saat ini.
“Tentunya, baik dari sisi harga, metode lelang, waktu pembayaran BHP frekuensi, hingga perlunya insentif bagi operator,” ujar Uday, Senin (13/11/2023).
Uday menyebut pada diskusi kali ini ada empat narasumber yang memiliki kapasitas luar biasa di dunia teknologi telekomunikasi, yakni:
1. Denny Setiawan, Direktur Sumber Daya Perangkat Pos dan Informatika (SDPPI) Kementerian Kominfo.
2. Merza Fachys, Wakil Ketua Umum ATSI (Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia)
3. Mareta Pratiwi, Executive Secretary to PIDI 4.0 (Pusat Industri Digital Indonesia) Kementerian Perindustrian
4. Sigit Puspito Wigati Jarot, Ketua Bidang Infrastruktur Telematika Nasional Mastel
“Dengan adanya diskusi ini, kami harapkan ada kejelasan terkait lelang spektrum 700 Mhz dan 26 Ghz hingga mendorong penetrasi 5G di Indonesia,” tandas Uday.
Operator Selular Seperti Nakes Saat Pandemi Covid-19
Pada acara tersebut, Merza Fachys, Wakil Ketua Umum ATSI mengatakan jika operator seluler di Indonesia saat ini serupa dengan tenaga kesehatan saat pandemi Covid-19 lalu.
Merza mengatakan kondisi tersebut berdasarkan dari kajian yang Global System for Mobile Communications Association atau GSMA keluarkan.
Bahkan kajian tersebut sudah ATSI laporkan ke pemerintah, dalam hal ini Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) hingga Presiden Joko Widodo.
Merza menyebut kondisi perusahaan operator seluler saat ini tidak sehat dan sering berkorban seperti nakes yang menyelamatkan kepentingan bangsa.
“Pertumbuhan operator seluler saat ini tidak sehat dengan regulatory charge yang tinggi yakni sekitar 12 persen. Padahal yang wajar regulatory charge seharusnya di bawah 10 persen,” ujarnya.
“Di sisi lain, pertumbuhan pendapatan operator seluler juga tidak seperti masa jayanya dahulu. Ini yang wajib diperhatikan pemerintah supaya operator seluler yang menjadi tulang punggung perekonomian digital justru harus menjadi korban,” sambungnya.
Menanggapi hal tersebut, Denny Setiawan, Direktur Sumber Daya Perangkat Pos dan Informatika (SDPPI) Kementerian Kominfo menyebut Kominfo menyadari permasalahan yang ada dalam operator seluler di Indonesia.
“Pak Menteri (Kominfo) sudah bertemu para CEO sudah berproses untuk menyiapkan sejumlah aturan yang tidak memberatkan siapapun dan tidak menurunkan kualitas layanan seluler maupun internet kita,” ujarnya.
“Untuk mencapai 5G, hal yang pertama akan Kominfo lakukan tentu saja dengan melelang spektrum 700 Mhz dan 26 Ghz yang sedang pemerintah godok peraturannya,” sambungnya.
Sementara itu, Sigit Puspito Wigati Jarot, Ketua Bidang Infrastruktur Telematika Nasional Mastel menyebut ada tiga isu penting dalam lelang spektrum.
“Pertama yakni harganya harus terjangkau. Lalu, idealnya hanya satu pemenang tetapi pemenang wajib lakukan sharing kepada yang lainnya. Ketiga adalah pengalaman pengguna yang menyenangkan sehingga semakin semangat menggunakan 5G,” ungkapnya.
DI sisi lain, Mareta Pratiwi, Executive Secretary to PIDI 4.0 (Pusat Industri Digital Indonesia) Kementerian Perindustrian menyebut teknologi 5G yang memiliki potensi meningkatkan produk domestik bruto (PDB) manufaktur global 4% atau hanya di bawah $740 miliar.
“Bisnis potensi 5G ini sudah diprediksi sejak 2019 dan sangat luar biasa, bisnis yang sangat menjanjikan. Hal ini sebenarnya peluang bagi dunia teknologi dan butuh implementasi jaringan teknologi 5G,” ungkap Mareta.