Berita  

Laporan Kearney: Indonesia Siap Tingkatkan Adopsi 5G Lewat Pelepasan Spektrum

review1st.com – Menurut laporan terbaru dari konsultan global Kearney, teknologi 5G siap memasuki era “Impact Era,” di mana operator dapat memanfaatkan investasi mereka untuk mencapai pertumbuhan komersial yang signifikan.

Laporan 2025 5G Success Index menunjukkan bahwa penetrasi 5G global terus berkembang, dengan lebih dari 30% populasi di sepuluh negara kini menggunakan jaringan 5G.

Uni Emirat Arab dan Malaysia memimpin dengan penetrasi lebih dari 50%, sedangkan adopsi 5G jauh lebih cepat dibandingkan 4G yang membutuhkan waktu lima tahun untuk mencapai 30% penetrasi.

Namun, meskipun ada peningkatan adopsi yang pesat, tantangan besar tetap ada dalam monetisasi teknologi 5G.

Lebih dari setengah negara yang dianalisis dalam indeks ini mengalami penurunan skor keberhasilan 5G pada tahun 2024, termasuk Indonesia yang stagnan dalam hal perkembangan adopsi 5G.

Keterbatasan Infrastruktur dan Spektrum di Indonesia

Indonesia menghadapi beberapa tantangan serius dalam mengembangkan infrastruktur 5G, dengan keterbatasan pada ketersediaan spektrum yang menghambat ekspansi jaringan 5G dan memperlambat adopsi yang lebih luas.

Carlos Oliver Mosquera, Partner di Kearney Singapura dan Kepala Kearney Technology Center of Excellence, menekankan pentingnya pelepasan spektrum frekuensi yang lebih relevan untuk 5G, seperti 700 MHz, 2,6 GHz, dan 3,5 GHz.

“Indonesia memiliki peluang besar untuk melampaui pasar lain dalam hal ketersediaan spektrum.

Jika regulator dapat merilis spektrum ini secara bersih, Indonesia dapat memperoleh spektrum berkualitas tinggi yang akan meningkatkan kapasitas dan kualitas jaringan 5G secara signifikan,” kata Carlos.

BACA JUGA
Infinix Hadirkan “Fragment of Anomaly” di Jakarta Fashion Week 2026

Pelepasan spektrum yang lebih besar dapat membuka peluang untuk mempercepat pertumbuhan ekosistem digital dan meningkatkan kualitas layanan 5G di seluruh negeri.

Penetrasi 5G di Negara-Negara Terdepan

Indeks 2025 menunjukkan bahwa meskipun penetrasi 5G terus meningkat, komersialisasi teknologi ini masih melambat.

Beberapa negara di Asia Tenggara, seperti Singapura, telah menunjukkan kinerja luar biasa dalam mempercepat adopsi dan pemanfaatan 5G.

Negara-negara dengan performa terbaik di antaranya adalah:

  1. Amerika Serikat (Skor Indeks: 8.3) – Memimpin berkat penetrasi 5G yang tinggi, penawaran komersial yang ambisius, dan ekosistem digital yang berkembang pesat.
  2. Australia (Skor Indeks: 7.4) – Mempertahankan penetrasi tinggi dengan fokus pada jaringan privat dan infrastruktur kuat.
  3. Spanyol (Skor Indeks: 7.3) – Kemitraan strategis dan investasi dalam API jaringan memungkinkan Spanyol menjadi pemimpin di Eropa.
  4. Singapura (Skor Indeks: 7.3) – Fokus pada infrastruktur kota pintar dan penerapan 5G yang meluas menjadikan Singapura pemimpin di Asia Tenggara.
  5. Finlandia (Skor Indeks: 7.1) – Memiliki penetrasi 5G yang tinggi dan ekosistem digital yang matang.

Dinamika Pasar 5G di Asia Tenggara

Di Asia Tenggara, adopsi 5G menunjukkan dinamika yang beragam. Beberapa pasar kunci menunjukkan tren menarik:

  • Indonesia: Adopsi 5G masih rendah, dengan penetrasi hanya 2% sejak peluncuran pada 2021, akibat keterbatasan infrastruktur dan spektrum yang tidak memadai.
  • Malaysia: Negara ini telah mencapai lebih dari 80% cakupan populasi dalam waktu tiga tahun dengan jaringan grosir tunggal dan baru saja mencapai penetrasi 55%.
  • Thailand: Operator utama di Thailand terus berinovasi dengan API jaringan dan konektivitas tingkat lanjut, memposisikan negara ini sebagai pemain utama dalam hal inovasi.
BACA JUGA
Spek dan Harga Zte Axon 60 Ultra: Kelebihan dan Kekurangan

Peluang untuk Indonesia: Mengoptimalkan Potensi 5G

Varun Arora, Managing Partner Kearney untuk Asia Tenggara, berpendapat bahwa Indonesia memiliki potensi besar untuk melampaui negara lain dalam hal adopsi 5G.

“Harga perangkat kini lebih terjangkau, dan dengan dukungan 5G, konsumsi data per pelanggan bisa meningkat secara signifikan, dari 13 GB per pelanggan menjadi 42 GB per pelanggan pada 2030,” ujarnya.

Jika Indonesia dapat meningkatkan adopsi 5G dan memastikan ketersediaan spektrum berkualitas tinggi, biaya kepemilikan jaringan 5G (TCO) bisa lebih baik daripada jaringan 4G, menciptakan peluang bagi operator untuk meraih keuntungan lebih baik dari investasi mereka.

Indonesia kini berada di titik kritis. Dengan pelepasan spektrum yang tepat dan pengembangan infrastruktur 5G yang memadai, Indonesia memiliki kesempatan besar untuk mengejar ketertinggalan dan meraih potensi pertumbuhan ekonomi digital yang luar biasa.